Key Takeaways
- Revenge spending adalah fenomena di mana seseorang melakukan pembelian besar-besaran setelah mengalami pembatasan finansial.
- Media sosial dan tekanan sosial sering menjadi pemicu utama perilaku ini.
- Pembelian impulsif sering kali didorong oleh faktor emosional, bukan kebutuhan yang sebenarnya.
- Mengatur keuangan dengan lebih disiplin dapat membantu menghindari kebiasaan ini.
- Menyusun rencana keuangan dan mengenali motivasi di balik keinginan belanja bisa jadi langkah pertama untuk mengatasinya.

Pernah nggak sih lo tiba-tiba merasa pengen banget belanja setelah sekian lama menahan diri? Setelah masa-masa sulit atau pengeluaran yang ketat, rasanya ada dorongan buat "balas dendam" dengan membeli sesuatu yang mahal atau mewah. Fenomena ini dikenal sebagai revenge spending.
Revenge spending terjadi ketika seseorang mengeluarkan uang dalam jumlah besar sebagai kompensasi atas pembatasan finansial yang sebelumnya dialami. Misalnya, setelah masa pandemi yang penuh keterbatasan, banyak orang tiba-tiba memborong barang mewah atau liburan mahal sebagai bentuk "pembebasan diri."
Masalahnya, belanja impulsif seperti ini bisa berdampak buruk pada keuangan lo. Bukannya merasa puas, justru banyak orang yang akhirnya menyesali pengeluaran mereka karena ternyata tidak sesuai dengan kondisi finansial mereka.
Jadi, kenapa sih revenge spending ini bisa terjadi? Dan yang lebih penting, gimana cara menghindarinya? Di artikel ini, kita akan bahas lebih dalam tentang fenomena ini dan cara cerdas untuk mengelola keinginan belanja impulsif.

Kenapa Revenge Spending Bisa Terjadi?
Revenge spending bukan cuma soal ingin memanjakan diri setelah masa sulit, tapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis dan sosial. Berikut beberapa alasan utama kenapa orang cenderung melakukan belanja impulsif sebagai bentuk "balas dendam" terhadap pembatasan keuangan sebelumnya.
1. Pembatasan Finansial yang Berlangsung Lama
Ketika seseorang harus menekan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu—entah karena pandemi, kehilangan pekerjaan, atau alasan lain—ada kemungkinan mereka akan "meledak" begitu situasi membaik.
Bayangkan lo udah lama banget nggak belanja barang yang lo suka karena harus hemat. Pas akhirnya punya uang lebih, godaan buat langsung menghabiskannya jadi lebih besar. Ini bisa menyebabkan pengeluaran berlebihan yang nggak terkontrol.
2. Pengaruh Media Sosial dan Tekanan Sosial
Media sosial dipenuhi dengan konten yang memamerkan gaya hidup mewah—liburan ke luar negeri, gadget terbaru, atau fashion branded. Tanpa sadar, lo bisa jadi membandingkan hidup lo dengan orang lain dan merasa perlu untuk ikut serta dalam tren konsumtif.
Apalagi kalau teman-teman lo juga sering update soal barang baru yang mereka beli. Lo mungkin merasa tertinggal dan akhirnya terdorong buat ikut-ikutan belanja, meskipun sebenarnya lo nggak butuh barang tersebut.
3. Faktor Emosional dan Psikologis
Kadang, revenge spending bukan cuma soal uang, tapi juga soal emosi. Belanja bisa jadi bentuk pelampiasan stres, kecemasan, atau ketidakpuasan terhadap hidup.
Misalnya, setelah menghadapi masa sulit, seseorang mungkin merasa kalau membeli sesuatu yang mahal bisa bikin mereka merasa lebih baik. Tapi masalahnya, kepuasan dari belanja impulsif ini sering kali hanya sementara. Setelah efek euforia belanja hilang, yang tersisa malah rasa bersalah dan rekening yang makin menipis.

Cara Mengatasi Revenge Spending agar Keuangan Tetap Aman
Sekarang kita tahu kenapa revenge spending bisa terjadi. Tapi gimana cara menghindarinya supaya nggak terjebak dalam kebiasaan boros yang bisa merusak keuangan? Berikut beberapa tips yang bisa lo coba.
1. Buat Rencana Keuangan yang Jelas
Sebelum mulai belanja, coba tanya ke diri sendiri: "Apakah ini kebutuhan atau cuma keinginan?" Dengan membuat anggaran yang jelas, lo bisa menentukan batas pengeluaran dan menghindari belanja impulsif.
Lo bisa mulai dengan:
- Membagi pemasukan ke dalam kategori seperti tabungan, kebutuhan pokok, hiburan, dan investasi.
- Menentukan budget maksimal untuk belanja non-esensial setiap bulan.
- Menggunakan metode cash stuffing atau pengelolaan uang berbasis amplop digital agar lebih mudah mengontrol pengeluaran.
2. Latih Diri untuk Menunda Pembelian
Salah satu trik terbaik untuk menghindari belanja impulsif adalah dengan menunda pembelian selama beberapa hari atau minggu.
Misalnya, kalau lo kepikiran buat beli sepatu baru, coba tunggu dulu selama 7 hari. Kalau setelah itu lo masih benar-benar butuh dan sesuai budget, baru beli. Cara ini membantu lo membedakan antara keinginan sesaat dan kebutuhan nyata.
3. Kenali Pola Belanja dan Emosi di Baliknya
Coba refleksi, kenapa lo ingin belanja? Apakah lo sedang stres? Apakah lo terpengaruh oleh media sosial? Dengan memahami alasan di balik dorongan belanja lo, akan lebih mudah buat mengontrolnya.
Jika lo menyadari bahwa belanja adalah cara lo mengatasi emosi negatif, coba cari alternatif lain yang lebih sehat, seperti:
- Berolahraga untuk melepas stres.
- Menghabiskan waktu dengan teman atau keluarga.
- Menjalani hobi yang nggak bikin kantong jebol, seperti membaca atau menggambar.
4. Ubah Fokus ke Kebahagiaan Jangka Panjang
Kebahagiaan sejati nggak selalu datang dari barang yang lo beli. Daripada menghabiskan uang buat sesuatu yang hanya memberikan kepuasan sementara, coba fokus ke hal-hal yang lebih bermakna, seperti:
- Mengembangkan keterampilan baru yang bisa meningkatkan karier lo.
- Mengalokasikan uang untuk traveling yang bisa memberi pengalaman berharga.
- Membangun tabungan atau investasi untuk masa depan yang lebih aman.
5. Evaluasi Pengeluaran Secara Berkala
Sering kali, kita nggak sadar sudah menghabiskan terlalu banyak uang sampai kita benar-benar mengecek pengeluaran kita. Karena itu, penting banget buat melakukan evaluasi keuangan secara rutin.
Caranya bisa dengan:
- Mengecek laporan transaksi di rekening atau e-wallet setiap minggu.
- Menganalisis pola belanja dan mencari tahu di mana lo bisa menghemat lebih banyak.
- Menggunakan aplikasi keuangan untuk mencatat pengeluaran dan memonitor budget lo.
Kesimpulan
Belanja memang bisa jadi cara yang menyenangkan untuk mengapresiasi diri sendiri, tapi kalau nggak dikontrol, bisa berujung pada penyesalan finansial. Revenge spending sering kali muncul sebagai respons terhadap pembatasan keuangan, tekanan sosial, atau emosi negatif, dan jika dibiarkan terus-menerus, bisa berdampak buruk pada kestabilan finansial lo.
Dengan menerapkan strategi seperti membuat rencana keuangan yang jelas, menunda pembelian impulsif, serta memahami motivasi di balik kebiasaan belanja, lo bisa lebih bijak dalam mengelola uang. Fokuskan pengeluaran lo pada hal-hal yang benar-benar bermanfaat dalam jangka panjang, seperti investasi, pendidikan, atau pengalaman yang bisa memberi nilai lebih dalam hidup lo.
Kalau lo merasa sulit mengendalikan keinginan belanja atau ingin memahami lebih dalam tentang bagaimana psikologi memengaruhi keputusan finansial, lo bisa mulai belajar lewat @psychologyoffinanceid. Di sini, lo akan mendapatkan wawasan tentang bagaimana kebiasaan dan pola pikir lo terhadap uang bisa memengaruhi masa depan finansial lo.
Kalo lo masih punya pertanyaan atau butuh panduan lebih lanjut soal gimana cara mulai budgeting yang tepat, atau pengen tau lebih dalam soal psikologi dalam pengambilan keputusan finansial, gue saranin buat ikutan sesi Life Coaching di Satu Persen. Di sana lo bisa dapet guidance yang lebih personal soal gimana mencapai financial freedom. Cek detailnya di satu.bio/curhat-yuk!
FAQ
1. Apa itu revenge spending?
Revenge spending adalah fenomena di mana seseorang melakukan pembelian besar-besaran setelah mengalami pembatasan keuangan, sering kali sebagai bentuk "balas dendam" terhadap masa sulit.
2. Apakah revenge spending selalu buruk?
Nggak selalu, selama masih dalam batas wajar dan sesuai dengan kondisi keuangan lo. Masalahnya muncul kalau belanja impulsif ini dilakukan tanpa perencanaan dan mengganggu kestabilan finansial.
3. Bagaimana cara membedakan kebutuhan dan keinginan?
Coba tanyakan ke diri sendiri: "Apakah gue benar-benar butuh ini, atau cuma pengen aja?" Kalau barang tersebut bukan kebutuhan mendesak dan lo masih bisa hidup tanpanya, berarti itu lebih ke keinginan.
4. Apakah ada cara cepat buat mengontrol keinginan belanja?
Lo bisa mencoba metode "tunda pembelian", di mana lo menunggu beberapa hari sebelum membeli sesuatu. Biasanya, kalau setelah beberapa hari lo masih merasa butuh, berarti barang itu memang penting buat lo.
5. Gimana kalau udah terlanjur melakukan revenge spending?
Kalau lo sudah terlanjur belanja berlebihan, jangan panik. Coba lakukan evaluasi keuangan, cari tahu bagian mana yang bisa dikurangi pengeluarannya, dan mulai buat rencana keuangan yang lebih baik supaya nggak kejadian lagi di masa depan.